Media Barat telah berulang kali mengangkat isu pelanggaran hak-hak adat masyarakat Tibet, dan belum lama ini, pemerintah China memprotes pemberitaan itu dengan mengatakan bahwa kantor berita Barat mempublikasikan informasi yang tidak benar. Menurut Wakil Ketua Pemerintah Otonomi Tibet, Jiarui Losandan, banyak media Barat hanya mendistorsi informasi mengenai situasi di wilayah Tibet.
Menurut pejabat itu, kantor berita Eropa berulang kali menuduh pemerintah China melanggar hak-hak adat Tibet, khususnya para bhikkhu, yang diduga dianiaya karena praktek-praktek keagamaan mereka. Beberapa pejabat Uni Eropa meminta China untuk menghormati hak asasi manusia dan berhenti mengganggu hak Tibet untuk melakukan kebiasaannya atau berbicara dengan bahasa mereka sendiri.
Tibet adalah daerah yang terletak di daerah pegunungan China yang cukup sulit untuk diakses. Menariknya, Tibet bergabung dengan China pada abad ke-19 di bawah tekanan dari Rusia dan Inggris, karena kedua negara ini tidak mampu mengendalikan daerah Tibet. Namun, 40 tahun kemudian, Partai Komunis China baru didirikan dan menaruh minat yang serius di daerah ini, yang mengakibatkan penandatanganan perjanjian "Pembebasan Damai Tibet" yang mendefinisikan hak China untuk wilayah ini.
Pada tahun 1959, pemerintah China melakukan reformasi demokrasi serius di Tibet, yang mengakibatkan pemberontakan masyarakat pribumi Tibet yang dipimpin oleh Dalai Lama. Pemberontakan itu dengan cepat diatasi oleh tentara China. Pemerintah Tibet terpaksa melarikan diri ke India dan memimpin daerah dari sana. Saat ini, pemerintah China sedang mengembangkan infrastruktur di wilayah tersebut, namun media asing menuduh pemerintah China melakukan pelanggaran hak-hakmasyarakat pribumi Tibet.
Sangat jelas, sikap media asing ini terhadap situasi di Tibet secara serius merusak citra internasional China. Oleh karena itu, pemerintah China setiap saat selalu berusaha membantah tuduhan kantor-kantor berita asing. Wakil Ketua Daerah Otonomi Tibet menekankan dalam pidatonya bahwa media Eropa berusaha untuk membantu Dalai Lama yang mendiskreditkan pemerintah China di mata publik.
Pejabat itu mengatakan bahwa China telah memonitor situasi di wilayah Tibet selama lebih dari 30 tahun, mengembangkan infrastruktur di Tibet dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi daerah. Setengah abad yang lalu, hanya dua persen dari anak-anak Tibet yang bersekolah, sementara sekarang 99 persen anak-anak Tibet bersekolah di sekolah gratis.
Selain itu, pemerintahan otonomi Tibet dipilih hanya dari penduduk pribumi, sehingga tidak ada pelanggaran hak-hak penduduk lokal di daerah ini, kata pejabat itu. Ia juga membantah rumor penganiayaan terhadap biarawan karena aktivitas keagamaan mereka. Saat ia mengatakan dalam pidatonya, pemerintah RRC secara aktif mendukung perawatan dan pemugaran candi/biara di otonomi tibet, serta kegiatan keagamaan mereka. Sekarang wilayah ini memiliki sekitar 1.700 tempat ibadah dan lebih dari empat puluh ribu bhikkhu.
Informasi ini juga dibenarkan oleh kepala pelayanan pers pemerintah Daerah Otonomi Tibet, yang mencatat bahwa selama tiga puluh tahun terakhir pemerintah China telah mengalokasikan 1 miliar 14 juta Yuan (sekitar 1,6 triliun Rupiah) untuk pemulihan biara-biara. Dia mengatakan bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah China untuk pengembangan otonomi Tibet sudah membuahkan hasil. Dalam 50 tahun terakhir, harapan hidup masyarakat pribumi Tibet meningkat hampir dua kali lipat, dari 35 sampai 69 tahun. Hal ini dimungkinkan karena obat modern yang saat ini sudah tersedia untuk hampir semua penduduk Tibet.
Kebetulan, Wakil Ketua pemerintah Daerah Otonomi Tibet juga mencatat bahwa informasi tentang migrasi dari etnis Han China ke Tibet dalam upaya untuk "menghilangkan" penduduk asli merupakan pemberitaan dari media asing. Menurut dia, saat ini 91 persen dari penduduk Tibet adalah penduduk asli.
Tampaknya media Barat lah yang salah menuduh pemerintah China menyalahgunakan otonomi. Namun, beberapa fakta tentang otonomi Tibet membuat orang berpikir. Selama dua puluh tahun terakhir pemberontakan rakyat berulang kali terjadi di wilayah Tibet dan tanpa ampun ditekan oleh China. Dan belum lama ini, pihak berwenang China terpaksa membuat konstitusi baru yang membatasi pergerakan (migrasi) seluruh warga Tibet.
Biarawan Tibet duduk saat mereka menunggu tubuh Jamphel Yeshi, seorang pria Tibet yang membakar dirinya untuk memprotes kunjungan Presiden China Hu Jintao ke India di Dharamsala, Maret 2012. © 2012 Reuters
Di bawah konstitusi baru ini, semua orang Tibet harus hidup hanya di mana mereka terdaftar, dan tidak diizinkan untuk pindah ke daerah lain tanpa izin khusus yang sulit untuk didapatkan. Sering terjadi kasus dimana orang-orang Tibet dipaksa oleh pemerintah China untuk pindah kembali ke desa-desa di mana mereka terdaftar.
Pada tahun 1990, dalam sebuah program (semacam transmigrasi) yang didedikasikan untuk ulang tahun ke-40 bergabungnya Tibet, banyak warga yang kembali ke desa mereka. Pada tahun 1989, 40.000 warga juga dipaksa pindah ke desa-desa mereka selama pemberontakan pada 5-7 Maret. Meskipun perkembangan infrastruktur aktif di wilayah tersebut, bisa sampai ke Tibet adalah sulit karena wisatawan tidak hanya perlu mendapatkan visa ke China saja, tetapi juga harus mendapatkan izin khusus untuk perjalanan wisata ke Tibet.
Selain itu, pemerintah China sering membatasi masuknya wisatawan ke Tibet, seperti yang terjadi pada bulan Juli tahun 2012 lalu. Pemerintah China melarang turis untuk mengunjungi Tibet karena ada keprihatinan serius tentang mungkin adanya kerusuhan selama perayaan ulang tahun ke-90 Partai Komunis China.
Masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tibet telah lama dikhawatirkan organisasi-organisasi hak asasi manusia di dunia. Pada tahun 1960, Komisi Ahli Hukum Internasional menyatakan dalam laporannya bahwa pernyataan China yang "datang untuk membebaskan Tibet" tidak beralasan. Menurut para ahli dari organisasi itu, pemerintah China bersalah karena menyalahgunakan hak-hak otonomi pribumi. Pada tahun 1961 PBB juga menuntut agar pemerintah China menghormati hak asasi manusia dalam mengatasi permasalahan di Tibet.
Kemudian, PBB dengan gabungan beberapa kekuatan dunia, juga menuntut penghormatan terhadap hak-hak masyarakat Pribumi di Tibet. Dalam kasus apapun, pada saat ini, meskipun pernyataan meyakinkan para pejabat China bahwa tidak ada pelanggaran, namun pejabat Tibet tidak dapat menyelesaikan masalah apapun tanpa persetujuan dari wakil dari China. Semua calon pemimpin Tibet juga dipilih oleh pemerintah RRC, meskipun semua calon berasal dari penduduk pribumi. Pemilihan umum yang bebas di wilayah Tibet hanya sekedar formalitas dan tidak berarti banyak.
sumber : artileri.org
Tibet. Foto : silkroadguide.com
Tibet adalah daerah yang terletak di daerah pegunungan China yang cukup sulit untuk diakses. Menariknya, Tibet bergabung dengan China pada abad ke-19 di bawah tekanan dari Rusia dan Inggris, karena kedua negara ini tidak mampu mengendalikan daerah Tibet. Namun, 40 tahun kemudian, Partai Komunis China baru didirikan dan menaruh minat yang serius di daerah ini, yang mengakibatkan penandatanganan perjanjian "Pembebasan Damai Tibet" yang mendefinisikan hak China untuk wilayah ini.
Pada tahun 1959, pemerintah China melakukan reformasi demokrasi serius di Tibet, yang mengakibatkan pemberontakan masyarakat pribumi Tibet yang dipimpin oleh Dalai Lama. Pemberontakan itu dengan cepat diatasi oleh tentara China. Pemerintah Tibet terpaksa melarikan diri ke India dan memimpin daerah dari sana. Saat ini, pemerintah China sedang mengembangkan infrastruktur di wilayah tersebut, namun media asing menuduh pemerintah China melakukan pelanggaran hak-hakmasyarakat pribumi Tibet.
Tibet di dalam peta. Google Maps
Sangat jelas, sikap media asing ini terhadap situasi di Tibet secara serius merusak citra internasional China. Oleh karena itu, pemerintah China setiap saat selalu berusaha membantah tuduhan kantor-kantor berita asing. Wakil Ketua Daerah Otonomi Tibet menekankan dalam pidatonya bahwa media Eropa berusaha untuk membantu Dalai Lama yang mendiskreditkan pemerintah China di mata publik.
Pejabat itu mengatakan bahwa China telah memonitor situasi di wilayah Tibet selama lebih dari 30 tahun, mengembangkan infrastruktur di Tibet dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi daerah. Setengah abad yang lalu, hanya dua persen dari anak-anak Tibet yang bersekolah, sementara sekarang 99 persen anak-anak Tibet bersekolah di sekolah gratis.
Selain itu, pemerintahan otonomi Tibet dipilih hanya dari penduduk pribumi, sehingga tidak ada pelanggaran hak-hak penduduk lokal di daerah ini, kata pejabat itu. Ia juga membantah rumor penganiayaan terhadap biarawan karena aktivitas keagamaan mereka. Saat ia mengatakan dalam pidatonya, pemerintah RRC secara aktif mendukung perawatan dan pemugaran candi/biara di otonomi tibet, serta kegiatan keagamaan mereka. Sekarang wilayah ini memiliki sekitar 1.700 tempat ibadah dan lebih dari empat puluh ribu bhikkhu.
Informasi ini juga dibenarkan oleh kepala pelayanan pers pemerintah Daerah Otonomi Tibet, yang mencatat bahwa selama tiga puluh tahun terakhir pemerintah China telah mengalokasikan 1 miliar 14 juta Yuan (sekitar 1,6 triliun Rupiah) untuk pemulihan biara-biara. Dia mengatakan bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah China untuk pengembangan otonomi Tibet sudah membuahkan hasil. Dalam 50 tahun terakhir, harapan hidup masyarakat pribumi Tibet meningkat hampir dua kali lipat, dari 35 sampai 69 tahun. Hal ini dimungkinkan karena obat modern yang saat ini sudah tersedia untuk hampir semua penduduk Tibet.
Kebetulan, Wakil Ketua pemerintah Daerah Otonomi Tibet juga mencatat bahwa informasi tentang migrasi dari etnis Han China ke Tibet dalam upaya untuk "menghilangkan" penduduk asli merupakan pemberitaan dari media asing. Menurut dia, saat ini 91 persen dari penduduk Tibet adalah penduduk asli.
Tampaknya media Barat lah yang salah menuduh pemerintah China menyalahgunakan otonomi. Namun, beberapa fakta tentang otonomi Tibet membuat orang berpikir. Selama dua puluh tahun terakhir pemberontakan rakyat berulang kali terjadi di wilayah Tibet dan tanpa ampun ditekan oleh China. Dan belum lama ini, pihak berwenang China terpaksa membuat konstitusi baru yang membatasi pergerakan (migrasi) seluruh warga Tibet.
Biarawan Tibet duduk saat mereka menunggu tubuh Jamphel Yeshi, seorang pria Tibet yang membakar dirinya untuk memprotes kunjungan Presiden China Hu Jintao ke India di Dharamsala, Maret 2012. © 2012 Reuters
Di bawah konstitusi baru ini, semua orang Tibet harus hidup hanya di mana mereka terdaftar, dan tidak diizinkan untuk pindah ke daerah lain tanpa izin khusus yang sulit untuk didapatkan. Sering terjadi kasus dimana orang-orang Tibet dipaksa oleh pemerintah China untuk pindah kembali ke desa-desa di mana mereka terdaftar.
Pada tahun 1990, dalam sebuah program (semacam transmigrasi) yang didedikasikan untuk ulang tahun ke-40 bergabungnya Tibet, banyak warga yang kembali ke desa mereka. Pada tahun 1989, 40.000 warga juga dipaksa pindah ke desa-desa mereka selama pemberontakan pada 5-7 Maret. Meskipun perkembangan infrastruktur aktif di wilayah tersebut, bisa sampai ke Tibet adalah sulit karena wisatawan tidak hanya perlu mendapatkan visa ke China saja, tetapi juga harus mendapatkan izin khusus untuk perjalanan wisata ke Tibet.
Selain itu, pemerintah China sering membatasi masuknya wisatawan ke Tibet, seperti yang terjadi pada bulan Juli tahun 2012 lalu. Pemerintah China melarang turis untuk mengunjungi Tibet karena ada keprihatinan serius tentang mungkin adanya kerusuhan selama perayaan ulang tahun ke-90 Partai Komunis China.
Masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tibet telah lama dikhawatirkan organisasi-organisasi hak asasi manusia di dunia. Pada tahun 1960, Komisi Ahli Hukum Internasional menyatakan dalam laporannya bahwa pernyataan China yang "datang untuk membebaskan Tibet" tidak beralasan. Menurut para ahli dari organisasi itu, pemerintah China bersalah karena menyalahgunakan hak-hak otonomi pribumi. Pada tahun 1961 PBB juga menuntut agar pemerintah China menghormati hak asasi manusia dalam mengatasi permasalahan di Tibet.
Kemudian, PBB dengan gabungan beberapa kekuatan dunia, juga menuntut penghormatan terhadap hak-hak masyarakat Pribumi di Tibet. Dalam kasus apapun, pada saat ini, meskipun pernyataan meyakinkan para pejabat China bahwa tidak ada pelanggaran, namun pejabat Tibet tidak dapat menyelesaikan masalah apapun tanpa persetujuan dari wakil dari China. Semua calon pemimpin Tibet juga dipilih oleh pemerintah RRC, meskipun semua calon berasal dari penduduk pribumi. Pemilihan umum yang bebas di wilayah Tibet hanya sekedar formalitas dan tidak berarti banyak.
sumber : artileri.org